Benteng Rotterdam: Tapak jejak Sejarah Penjajahan Belanda di Makassar

Comments · 46 Views

Makassar, salah satunya kota paling besar di Sulawesi Selatan, Indonesia, mempunyai sejarah panjang yang kaya.

Salah satunya bukti sejarah yang paling menonjol dari saat penjajahan Belanda di Makassar ialah Benteng Rotterdam. Benteng ini bukan hanya adalah monumen fisik dari masa silam, tapi juga saksi bisu dari perjuangan dan peralihan yang dirasakan oleh warga Makassar sepanjang abad-abad paling akhir.

Latar Belakang Sejarah

Benteng Rotterdam, dikenal juga sebagai Benteng Ujung Pandang, pertama kalinya dibuat oleh Belanda di tahun 1667. Pada waktu itu, Belanda sudah menempati beberapa daerah Indonesia, termasuk Makassar. Pembangunan benteng ini ditujukan untuk perkuat kekuasaan penjajahan Belanda di teritori itu dan membuat perlindungan kota dari gempuran lawan, khususnya Inggris yang berusaha mengambil kota ini di tahun 1666.

Sepanjang beratus-ratus tahun, benteng ini jadi pusat administrasi penjajahan Belanda di Makassar. Selainnya dipakai sebagai pangkalan militer, benteng ini berperan sebagai area untuk menyimpan rempah-rempah, beberapa barang bernilai, dan sebagai pusat perdagangan yang memberikan keuntungan untuk penjajah.

Topik Populer:

Arsitektur Benteng Rotterdam

Benteng Rotterdam mempunyai arsitektur ciri khas yang mencirikan bangunan-bangunan penjajahan Belanda di semua Indonesia. Memiliki bentuk yang simetris, dinding batu bata merah, dan meriam-meriam yang menghadap ke laut ialah beberapa ciri ciri khas dari benteng ini. Susunan ini direncanakan untuk tahan pada gempuran lawan dan untuk memberi pelindungan yang kuat.

Dalam benteng, terdapat beragam bangunan, termasuk rumah komandan, gudang, ruangan penyimpanan, dan kapel. Warisan-peninggalan ini memberi wacana mengenai kehidupan setiap hari dan hierarki sosial di periode penjajahan Belanda.

Tapak jejak Sejarah Penting

Benteng Rotterdam melihat banyak kejadian monumental selama saat penjajahan Belanda di Makassar. Salah satunya kejadian terpopuler ialah Pertarungan Makassar di tahun 1667. Inggris coba mengambil kota ini dari Belanda dan benteng ini jadi saksi bisu dari pertarungan seru yang terjadi di laut.

Sepanjang era ke-18, benteng ini jadi tempat penting pada perdagangan rempah-rempah. Kayu cengkeh, pala, dan lada yang dicari oleh Belanda di-import dan diletakkan di sini saat sebelum dibawa ke Eropa.

Selama saat kemerdekaan Indonesia, Benteng Rotterdam mainkan peranan penting. Di tahun 1945, saat Indonesia mengatakan kemerdekaannya, benteng ini jadi target gempuran oleh pasukan kemerdekaan. Ini adalah set awalnya dalam perjuangan Indonesia untuk capai kemerdekaan penuh dari penjajahan Belanda.

Rekomendasi:

Warisan dan Arti Kultural

Ini hari, Benteng Rotterdam sudah jadi situs sejarah dan budaya yang terpenting di Makassar. Warisan sejarah ini sudah diganti jadi museum yang memvisualisasikan kehidupan di bawah penjajahan Belanda dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pengunjung bisa menyaksikan koleksi artefak sejarah, lukisan, dan artefak yang lain yang memberi wacana dalam mengenai masa silam kota ini.

Benteng Rotterdam jadi saksi perubahan Kota Makassar yang kekinian. Berada di tepian pantai, benteng ini sediakan panorama yang cantik dan jadi tempat rekreasi yang terkenal untuk masyarakat lokal dan pelancong.

Pada beberapa dasawarsa paling akhir, ada usaha untuk melestarikan dan menjaga Benteng Rotterdam supaya masih tetap berdiri sebagai lambang sejarah dan budaya Makassar. Ini penting untuk pahami dan menghargai masa silam kota ini, sekalian menyaksikan ke masa datang lebih ceria.

Ringkasan

Benteng Rotterdam ialah bukti fisik yang mengingati kita akan tapak jejak sejarah penjajahan Belanda di Makassar, Indonesia. Walaupun saat penjajahan sudah usai, penting untuk kita untuk kenang kembali masa silam ini supaya bisa pahami bagaimana sejarah membuat jati diri dan budaya kota ini. Benteng ini bukanlah cuma bangunan batu bata, tapi juga saksi bisu dari perjuangan, peralihan, dan ketahanan warga Makassar sepanjang beratus-ratus tahun.

Artikel Terkait:

Comments